Filosofi Bocah: Galaunya Tanya

Alkisah, disuatu negeri yang masih sibuk mencari jati diri, hiduplah tiga sahabat dengan kepribadian berbeda yang memanggul dunia di punggung mereka dengan susah payah. Mencoba mencari apa yang baik dan benar untuk dilakukan, sembari merajut jalan menuju cita-cita. Mereka belajar setiap hari dengan kesungguhan yang luar biasa, seakan ilmu adalah permen coklat yang manis yang sayang jika harus dibuang. 
Suatu hari, mereka dihadapkan pada dilema akan masa depan yang tak tampak ujungnya sedikitpun. Mereka resah akan kehidupan masa mendatang, yang datang tanpa diminta secara tiba-tiba. Ketiga sahabat itu, kini duduk menyandar pada sebuah pohon rindang, mencoba mencari jalan dari pikiran kusut mereka dengan menantang matahari yang bersinar terik di langit.
Tanya: “Hei, seringkali aku berpikir akan jadi apa aku nanti? Dan setiap kali aku berpikir begitu, perutku terasa melilit hingga aku harus berhenti memikirkannya jika ingin merasa lebih baik.”
Dijah: “Itu hal yang wajar. Ketika seseorang merasa gelisah dan tidak pasti, tentu saja dia akan merasa tidak nyaman. Apalagi jika yang membuatnya gelisah adalah hal-hal yang merupakan sebuah misteri.” 
Tanya: “Begitukah? Hmm, kurasa itu masuk akal. Lalu, bagaimana menurutmu Dik? Pernahkah kau mengalami hal yang seperti itu?”
Diki: “Haahh, jujur saja ya, aku nggak sempat memikirkan hal-hal yang nggak pasti seperti itu. Mengapa kita harus membuang-buang waktu dan pikiran kita untuk memikirkan hal yang belum kita ketahui? Seharusnya kita menggunakan akal pikiran untuk menghadapi hal-hal yang kita ketahui akan terjadi dengan lebih baik biar nggak menyesal di kemudian hari.” 
Tanya: “Iya, kamu bisa aja ngomong seperti itu! Kamu kan pintar, jadi kamu bisa punya masa depan yang lebih cerah dari aku yang nilai matematikanya aja masih mepet KKM ini.” 
Dijah: “Nah, justru itu kan Tan jawabannya. Kamu bisa tau kalo Diki akan punya masa depan cerah, tapi kamu tau darimana? Meskipun Diki itu pintar dan peluangnya untuk jadi sukses lebih besar, namun nasib yang akan menentukan titik baliknya sendiri. Tentu saja kita semua berharap akan punya masa depan yang cerah, yang lebih baik dari sekarang, tapi kita tidak bisa memprediksikannya dengan tepat. Jadi, satu-satunya cara yang bisa kita lakukan ya hanya dengan berusaha lebih baik lagi.” 
Diki: “Kata-kata Dijah itu bener Tan. Coba deh kamu pikir, kalo misalkan kamu tau masa depanmu akan seperti apa, mau nggak kamu menjalani hari dengan semangat seperti sekarang ini? Jika tau kalo kamu jadi orang miskin di masa depan, kamu pasti malas-malasan sekolah dengan pikiran bahwa meskipun kamu sekolah susah-susah pun hasilnya akan tetap sama, jadi orang miskin. Apalagi kalo kamu tau nantinya kamu akan jadi orang kaya,pasti kamu tambah males belajar soalnya mau ngapain juga hidup kamu uda terjamin di masa depan.” 
Tanya: “Iya ya.. Aku nggak kepikiran sampek kesitu. Justru karena kita nggak tau masa depan yang menanti kita, kita bisa lebih semangat menjalani hari. Rasanya jadi lebih termotivasi untuk menjadi yang terbaik.” 
Dijah: “Aku setuju. Meskipun banyak pertanyaan yang membayangi kita, kita hanya perlu menjawabnya dengan apa yang kita ketahui sekarang. Karena pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk kita dalam hal apapun, termasuk dalam menghadapi segala problem kehidupan. Kita yang sekarang masih sekolah dan rasa-rasanya tidak bisa melakukan apa-apa ini pun punya perjalanan hidup yang akan mempengaruhi hidup orang lain. Jadi buat apa kita mengkhawatirkan masa depan jika kita bisa berupaya menyiapkan diri untuk menghadapinya.” 
Diki: “Celetukanmu kadang-kadang cerdas juga ya, Jah. Aku jadi kepikiran ini deh, kalau diinget-inget lagi percakapan kita tadi intinya masa depan itu kita sendiri yang buat. Kalo kita hebat, kuat, dan tekun berjuang untuk masa depan yang baik, aku yakin kita pasti bisa mendapatkannya.” 
Tanya: “Iya kamu bener Dik. Masa depan itu kita sendiri yang menentukan, jadi aku nggak perlu khawatir. Haah, lega rasanya denger kata-kata kalian berdua, aku jadi nggak sabar deh bisa cepet lulus sekolah biar bisa menjalani masa depanku sendiri, jadi apa ya aku nanti?”
(….)
Diki dan Dijah terdiam mendengar kata-kata sahabat mereka yang satu itu. Mereka sadar, sekeras apapun mereka berusaha mempersiapkan masa depan yang baik, pertanyaan yang dilontarkan oleh Tanya itu pasti akan terbayang sesekali. Bukan karena manusia tidak berdaya sama sekali dalam mengontrol masa depan mereka sendiri, tapi karena sifat manusia itu sendiri yang selalu merasa penasaran. Penasaran akan kehidupannya di masa mendatang, penasaran akan nasib yang menyambutnya dengan pelukan hangat atau angin dingin. Hingga matahari mulai mengalah dengan kembali ke peraduan, mereka tidak bergeming dari tempatnya dengan pikiran masing-masing. Pemikiran yang membawa mereka ke negeri antah berantah, dimana siapa tidak tau sedang berada dimana, dan sedang jadi apa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramuan Drama Cinta - Clara Ng

The Kingdom Out of Nowhere (Chapter I)

Jampi-Jampi Varaiya - Clara Ng