Mengapa Kata-kata Negatif Begitu Gampang untuk Diucapkan?
Aku merasa sangat penasaran, sadarkah seorang manusia ketika ia sedang mengucapkan kalimat negatif kepada orang lain ataupun dirinya sendiri? Kurasa kita semua sama-sama tidak sadar pada saat itu, akan tetapi setelahnya kita bisa memilih untuk menyadarinya atau cukup mengabaikannya. Bukankah begitu? Manusia sangat gampang berkata negatif terutama kepada orang lain, kenapa? Apakah itu suatu bentuk justifikasi diri sendiri? Ataukah memang orang lain berhak untuk mendengar kata-kata itu dari mulut kita? Secara pribadi aku merasa bahwa kata-kata negatif yang tidak disertai dengan pembuktian dan penjelasan akan tindakan yang seharusnya dilakukan bukanlah sesuatu hal yang pantas untuk didengarkan oleh orang lain. Mengapa? Karena bisa jadi kata-kata negatif itu muncul secara subjektif dan pada kenyataannya sering seperti itu.
Haruskah kita mengucapkan pemikiran buruk kita kepada orang lain hanya karena kita merasa tidak cocok dengan perilakunya? Padahal kita tidak mencerna perilaku itu dari sisi yang lain, termasuk melihat apakah perilakunya itu merugikan atau tidak. Pun jika merugikan, apakah kita bisa yakin jika itu adalah perilaku yang semata-mata buruk atau ada berbagai makna tersembunyi dibaliknya? Sudah sering kutuliskan sebelumnya bahwa takdir manusia itu tidak ada yang tau kecuali sang Pencipta. Lalu, seberapa yakin kita akan perilaku buruk tersebut jika ternyata sebelum ia melakukan itu ada hal-hal lebih buruk lainnya yang memojokkannya ke posisi itu. Bukankah manusia dengan segala macam permasalahannya adalah kuasa dari sang Pencipta? Bolehkah kita menghakimi serta merta tindakan buruk seseorang jika dibaliknya ada tangan sang Pencipta yang berkerja mengurai nasib masing-masing manusia? Mmmm... seharusnya tidak begitu bukan?
Tapi ketika aku berfikir kembali mengenai alasan seseorang mengatakan suatu hal yang negatif, aku kembali teringat kepada Tuhan. Ya, Ia adalah yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha dari segala Maha. Maka Ia pun memberikan takdirnya secara spesifik kepada masing-masing umat-Nya, dimana takdir itu menjadi sebuah misteri terbesar dalam hidup seorang manusia. Karena kita tidak akan pernah tau masa depan kita akan menjadi seperti apa secanggih apapun teknologi yang bisa kita adaptasi. Jadi, apapun yang terjadi kepada kita ataupun orang lain, kita tidak akan pernah tau apa imbas dari perlakuan kita terhadap masa-masa dalam hidup. Dimana bisa saja kita bersinggungan dengan orang baik yang akan mencelakakan kita di masa depan, atau dirugikan oleh seseorang yang akan menolong kita di kemudian hari.
Memang benar jika lidah itu setajam pedang, begitupula dengan perkataan yang dihasilkan oleh lidah. Maka masih pantaskah kita menghakimi orang lain jika kita pun tidak lebih baik darinya? Adakah yang patut kita banggakan saat kita melontarkan kata-kata negatif kepada orang lain? Sakitkah mereka ketika mendengar kita mengucapkan kata-kata itu? Jika tidak ingin menambah dosa, jika memang benar prasangka kita baik kepada Tuhan kita, maka masihkah segampang itu kita berucap negatif? Semua perjalanan dalam hidup, peristiwa-peristiwa baik yang kita alami sendiri maupun yang dialami oleh orang lain adalah suatu pembelajaran, dan sudah selayaknya pembelajaran itu kita evaluasi. Bukan mengevaluasi pelakunya, melainkan sebab dan akibat dari peristiwanya.
S.P.H
Komentar
Posting Komentar